masukkan script iklan disini
![]() |
Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin menggunakan baju warna biru. Menyerahkan laporan hasil kerja advokasi satgas MoU Helsinki kepada DPRA, Selasa (31/8/2021). |
Rumohacehnews.com, Banda Aceh – Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) melalui press releas kepada awak media pada selasa dini hari (31/8/2021) menyampaikan laporannya terkait hasil kerja satgas akselarasi implementasi MoU Helsinki kepada Pimpinan dan seluruh anggota DPRA di banda aceh, Provinsi Aceh.
Dalam laporan tersebut, YARA lebih menitikberatkan pada 4 butir saja, yakni, butir 1.1.4, butir 1.3.5, butir 2.2 dan butir 3.2.5, yang disampaikan langsung oleh Ketua YARA Safaruddin di Gedung serbaguna DPR Aceh, Selasa, 31 Agustus 2021.
“Dengan ini kami ingin sampaikan hasil kerja Satgas Akselarasi Implementasi MoU Helsinki kepada Pimpinan dan seluruh anggota DPRA. Untuk Satgas ini kami hanya memfokuskan pada 4 butir, yaitu butir 1.1.4, butir 1.3.5, butir 2.2 dan butir 3.2.5, pemilihan butir ini berdasarkan kajian kebutuhan yang kami lakukan setelah mendapatkan dua buku kajian dan advokasi MoU Helsinki dan UUPA yang di susun oleh Tim kajian bentukan DPRA, kata ketua YARA Safaruddin.
Adapun hasil sementara yang ingin kami sampaikan adalah:
Untuk Butir 1.1.4
Kami telah menyurati Kementerian Hukum dan HAM, Sekretariat Negara, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, DPRA, Partai Aceh dan PPID Utama Provinsi Aceh, dalam surat tersebut (terlampir) kami meminta salinan Peta Perbatasan Aceh merujuk pada tanggal 1 Juli 1956 sebagaimana di sebut dalam MoU Helsinki butir 1.1.4. dan informasi yang kami dapatkan sementara adalah:
1. Kementerian Sekretariat Negara, dalam suratnya (terlampir) tanggal 14 Juni 2021 menyampaikan bahwa terkait dengan informasi Peta Aceh 1 Juli 1956 agar menyampaikan permohonan ke Kementerian dalam Negeri, karena infromasi tersebut tidak tersedia di Kementerian Sekretariat Negara.
2. Kementerian Hukum dan HAM dalam surat balasan (terlampir) tanggal 8 Juni 2021 menyampaikan bahwa terhadap peta perbatasan Aceh tanggal 1 Juli 1956 tidak di kuasai oleh Kementerian Hukum dan HAM dan terhadap atas Jawaban Kementerian Hukum dan HAM kami telah ajukan keberatan untuk waktu 30 hari kerja sejak tangga 14 Juni 2021 dan apabila keberatan tersebut tidak di tanggapi atau keterangannya kami nilai belum memuaskan maka kami akan ajukan Sengketa Informasi Publik terhadap Kementerian Hukum dan HAM ke Komisi Informasi Pusat di Jakarta.
3. Kementerian Dalam Negeri melalui email ppid@kemendagri.go.id tanggal 21 juli 2021 menyampaikan:
Terkait batas Provinsi Aceh, perlu kami sampaikan beberapa keterangan sebagai berikut:
Sebagaimana kita ketahui, Provinsi Aceh berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara.
Saat ini batas provinsi aceh sudah polygon tertutup (defintive) dengan ditetapkannya Permendagri tentang batas daerah yaitu:
1. Permendagri No. 27 Th 2020 tentang Batas Daerah Kab. Gayo Lues dengan Kab. Langkat.
2. Permendagri No. 28 Th 2020 tentang Batas Daerah Kab. Aceh Tamiang dengan Kab. Langkat.
3. Permendagri No. 29 Th 2020 tentang Batas Daerah Kab. Aceh Tenggara dengan Kab. Karo.
4. Permendagri No. 30 Th 2020 tentang Batas Daerah Kab. Aceh Singkil dengan Kab. Tapanuli Tengah.
5. Permendagri No. 31 Th 2020 tentang Batas Daerah Kota Subulussalam dengan Kab. Dairi.
6. Permendagri No. 32 Th 2020 tentang Batas Daerah Kab. Aceh Tenggara dengan Kab. Dairi.
7. Permendagri No. 33 Th 2020 tentang Batas Daerah Kab. Aceh Tenggara dengan Kab. Langkat.
8. Permendagri No. 34 Th 2020 tentang Batas Daerah Kab. Subulussalam dengan Kab. Pakpak Bharat.
9. Permendagri No. 35 Th 2020 tentang Batas Daerah Kab. Aceh Singkil dengan Kab. Pakpak Bharat. Sedangkan untuk batas antar kab/kota di aceh terdapat 39 segmen.
Dari 39 segmen batas dimaksud, sampai saat ini telah ditetapkan 15 Permendagri utk 16 segmen batas antar daerah kab/kota. Sisa segmen yang lain sudah terdapat kesepakatan antar kepala daerah dan sedang dalam proses permendagri.
Terkait penyampaian infomasi Data IKM yang dibutuhkan saudara, berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Ditjen Bina Adwil Kemendagri pada Tahun 2021, secara progres sampai dengan Bulan Juli 2021 masih dalam tahap Penyusunan Indeks Trantibumlinmas dan kepuasan masyarakat pada tahap penyusunan indikator, penentuan bobot setiap indikator, dan mekanisme perhitungan.
Pada Bulan Juli – Agustus akan fokus pada pengembangan Sistem Informasi dan akan dilakukan proses perhitungan pada triwulan ke-4 TA 2021.
4. Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertananahan Nasional melalui surat (terlampir) tanggal 10 juli 2021 yang di kirim melalui email surat@atrbpn.go.id menyampaikan bukan merupakan produk dan kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dalam surat (terlampir) tanggal 16 Juni 2021 yang di tandatangani oleh Sekretaris DPRA, Suhaimi, SH., MH menyampaikan bahwa DPRA tidak tersedia pada Sekretariat DPRA.
6. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Utama Provinsi Aceh, dalam surat pemberitahuan tertulis tanggal 23 Juni 2021 menyampaikan bahwa peta Aceh 1 Juli 1956 tidak di kuasai oleh PPID Utama Provinsi Aceh.
7. Partai Aceh, dalam suratnya tanggal 9 Juni 2021 yang di tandatanganin oleh Kepala Sekretariat, Lukman Hakim menyampaikan bahwa Partai Aceh bukan instansi/Lembaga yang tepat untuk memberikan informasi Peta Aceh 1 Juli 1956, dan terhadap jawaban ini kami telah ajukan keberatan pada tanggal 21 juni 2021, dan bila jawaban yang di berikan atau tidak di tanggapinya keberatan tersebut maka kami akan mengajukan Permohonan Sengketa Informasi terhadap Partai Aceh kepada Komisi Informasi Aceh.
Untuk Butir 2.2
Kami telah menyurati Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian dalam Negeri, DPRA, Pemerintah Aceh, Wali Nanggroe, meminta alasan belum di implementasikan butir 2.2 MoU Helsinki yang menyepakati bawa sebuah Pengadilan HAM akan di bentuk di Aceh, dan informasi yang kami dapatkan sementara adalah:
1. Kementerian Sekretariat Negara, Dalam suratnya (terlampir) tanggal 11 Agustus 2021 menyampaikan bahwa subtansi informasi yang kami minta berada di bawah lingkup Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan.
2. Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, sampai saat ini infromasi yang kami minta dari tanggal 12 Agustus 2021 belum mendapat tanggapan dari Kemenkopolhukam dan hari ini telah kami ajukan keberatan kepada Sekretariat Jenderal untuk mendapat jawaban tersebut.
3. Kementerian Hukum dan HAM, telah kami surati pada tanggal 28 Julin 2021, dan belum mendapat jawaban sampai hari ini, dan telah kami surati kembali hari ini tanggal 31 Agustus 2021.
4. Kementerian dalam Negeri, Dalam surat balasan (terlampir) tanggal 20 Agustis 2021 yang ditandatangani oleh Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Beni Irwan menyampaikan dengan subtansi bahwa berdasarkan pasal 42 UU Nomor 26 tahun 2000, untuk perkara pelanggaran HAM berat sebelum UU Nomor 26 tahun 2000, perkaranya di periksa dan di putus oleh Pengadilan HAM yang dibentuk dengan Keputusan Presiden atas usul dari DPR RI, dan untuk perkara pelanggaran HAM yang berat di Aceh setelah adanya UU No 26 tahun 2000 maka prosesnya dapat diperiksa dan diputus pada Pengadilan HAM yang ada di Pengadilan Negeri Medan.
5. DPRA, kami talah ajukan permohonan informasi tanggal 12 Agustus 2021 dan belum mendapat jawaban, tanggal 1 September 2021 kami telah ajukan keberatan untuk 30 hari kerja kedepan.
6. Pemerintah Aceh, kami talah ajukan permohonan informasi tanggal 12 Agustus 2021 dan belum mendapat jawaban, tanggal 1 September 2021 kami telah ajukan keberatan untuk 30 hari kerja kedepan.
7. Wali Nanggroe, telah kami ajukan permohonan informasi melalui sistem PPID Utama Aceh, dan kami mendapat jawaban dari PPID agar permohonan tersebut di ajukan secara langsung ke Lembaga Wali Nanggroe, dan hari ini tanggal 31 Agustus 2021 telah kami ajukan.
8. Partai Aceh, kami talah ajukan permohonan informasi tanggal 4 Agustus 2021 dan belum mendapat jawaban, hari ini tanggal 31 Agustus 2021 kami telah ajukan keberatan untuk 30 hari kerja kedepan.
Untuk Butir 3.2.5
Kami telah menyurati Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, DPRA, Pemerintah Aceh melalui PPID Utama, BPN Aceh, Lembaga Wali Nanggroe, Dinas Pertanahan Aceh, dan Badan Reintegrasi Aceh, meminta jumlah alokasi tanah pertanian yang sudah dialokasikan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh dalam rangka memperlancar reintegrasi mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka, dan jumlah dana yang di alokasikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Aceh untuk memperlancar reintegrasi mantan Kombatan Gerakan Aceh Merdeka dan kompensasi bagi Tahanan Politik dan kalangan sipil yang terkena dampak, informasi yang kami dapatkan sementara adalah:
1. Kementerian Sekretariat Negara, dalam surat tanggal 23 Juli 2021 menyampaikan bahwa informasi yang kami minta berada dalam ruang lingkup Kementerian Dalam Negeri.
2. Kementerian Hukum dan HAM, melalui surat (terlampir) tanggal 24 Agustus 2021 dari Kepala Biro Humas dan kerja sama dan Surat dari Sekretaris Dirjen AHU tanggal 23 Agustus 2021, menyampaikan bahwa Informasi yang kami minta bukan kewenangan dari Dirjen AHU, dan teradap jawaban ini kami telah ajukan keberatan untuk 30 hari kerja sejak tanggal 12 Agustus 2021, dan jika tidak mendapat tanggapan atau jawaban yang di berikan tidak sesuai dengan yang kami minta maka akan kami ajukan Permohonan Sengketa Informasi kepada Komisi Informasi Pusat di Jakarta.
3. Kementerian Dalam Negeri, melalui email ppid@kemendagri.go.id meyampaikan bahwa permohonan mengenai jumlah dana yang sudah di alokasikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Aceh dalam rangka memperlancar reintegrasi mantan pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ke dalam masyarakat dan kompensasi bagi tahanan politik dan kalangan sipil yang terkena dampak, sebagaimana tertuang dalam angka 3.2.5 MoU Helsinki perlu kami sampaikan juga bahwa bukan lagi tanggung jawab Kemendagri, karna terkait rekonsiliasi Aceh ada Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Lembaga resmi Pemerintah yang mengurus masalah reintegrasi dalam proses perdamaian di Aceh.
Didirikan pada tanggal 15 Februari 2006 dengan SK Gubernur Aceh. BRA memiliki struktur di tingkat Provinsi dan Kabupaten. BRA juga memiliki perwakilan-perwakilan dari Pemerintah, GAM, masyarakat sipil dan cendikiawan. BRA juga bekerjasama erat dengan lembaga-lembaga donor internasional dalam merencanakan dan melaksanakan program-program reintegrasi pasca konflik.
4. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, dalam surat (terlampir) tanggal 14 Juli 2021 yang di tandatangani oleh Kepala Biro Humas, Yulia Jaya Nirmawati menjelaskan bahwa untuk alokasi lahan pertanian yang dialokasikan kepada Pemerintah Aceh dari Pemerintah Pusat informasinya tidak berada pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, dan menyarankan agar berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah setempat.
5. DPRA, dalam pemberitahuan tertulis tanggal 25 Agustus 2021 oleh PPID DPRA yang di tandatangani oleh Ismardi, SE., MA menyampaikan bahwa informasi yang kami minta tidak di kuasai.
6. Pemerintah Aceh melalui PPID Utama, dalam pemberitahuan tertulis tanggal 18 Agustus 2021 oleh PPID Sekretariat Daerah yang di tandatangani oleh Muhammad Iswanto, S.STP., MM menyampaikan bahwa informasi yang kami minta tidak di kuasai.
7. BPN Aceh, kami telah ajukan permohonan informasi terkait dengan hal ini pada tanggal 2 Agustus 2021, dan belum mendapat jawaban sehingga pada tanggal 25 Agustus 2021 telah kami ajukan keberatan untuk 30 hari kerja ke depan, dan jika tidak mendapat jawaban/tanggapan maka akan kami ajukan Permohonan Sengketa Informasi ke Komisi Informasi Aceh.
8. Lembaga Wali Nanggroe, dalam pemberitahuan tertulis tanggal 11 Agustus 2021 oleh PPID Kerukunan Katibul Wali yang di tandatangani oleh Azwardi, AP., M.Si menyampaikan bahwa informasi yang kami minta tidak di kuasai.
9. Dinas Pertanahan Aceh, dalam pemberitahuan tertulis tanggal 16 Agustus 2021 oleh PPID Dinas Pertanahan yang di tandatangani oleh Rika Fauzan, ST menyampaikan bahwa informasi yang kami minta tidak di kuasai, dan kepada Dinas pertanahan telah kami ajukan keberatan pada tanggal 20 Agustus 2021 untuk 30 hari kerja kedepan, dan jika tidak menadapat jawaban atau tanggapan yang menurut kami sesuai maka akan kami ajukan Permohonan Sengketa Informasi ke Komisi Informasi Aceh.
10. Badan Reintegrasi Aceh, telah kami surati pada tanggal 4 Agustus 2021, sampai saat ini belum mendapat tanggapan dan telah kami ajukan keberatan pada tanggal 26 Agustus 2021 untuk 30 hari kerja ke depan, dan jika tidak mendapat tanggapan maka akan kami ajukan Permohona Sengketa Informasi ke Komisi Informasi Aceh.
11. Partai Aceh, dalam surat balasan tanggal 5 Agustus 2021 yang di tandatangani oleh Kepala Sekretariat DPP Partai Aceh menyampaikan bahwa informasi yang kami ajukan agar sebaiknya di minta kepada instansi terkait yang menangani permasalahan reintegrasi.
Demikian paparan sementara kegiatan advokasi dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh untuk mengakselarasi Implementasi Butir MoU Helsinki, dan terhadap butir 1.3.5 masih dalam persiapan inevntarisir data dan dokumen lainnya, dan akan di lakukan paparan pada kesempatan selanjutnya. Rekomendasi kami kepada DPRA agar mendorong Pemerintah Aceh dan BRA untuk mempersiapkan data dan informasi terkait beberapa butir MoU yang berkaitan dengan kompensasi bari kombatan Gerakan Aceh Merdeka, Tahanan Politik dan Masyarakat Sipil yang terdampak konfik Aceh, pungkasnya.
Usai menyampaikan laporan, Ketua YARA juga menambahkan, hasil paparan tadi, forum menyepakati untuk menindaklanjuti rekomendasi pertemuan kepada pimpinan DPRA, untuk dilakukan tindak lanjutnya.
Rekomendasi dari YARA agar DPRA membentuk Tim Advokasi untuk mengeksekusi beberapa butir MoU yang belum di laksanakan sesuai dengan hasil dari Tim Kajian dan Advokasi MoU dan UUPA yang di bentuk oleh DPRA tahun 2019. Kesepakatan rekomendasi ini di tandatangani oleh Ketua YARA, Safaruddin dan Ketua DPRA, Dahlan Djamaludin, tutup Safaruddin kepada awak media.